Pernah merasa tertipu karena tabulampot yang berbuah lebat saat dibeli kemudian tidak mau berbuah lagi? Kuncinya hanya nutrisi.
Tergoda
rimbunnya buah yang menggantung pada tanaman dalam pot (tabulampot)
saat pameran banyak dialami para pecinta tanaman. Memang untuk memikat
pembeli, pedagang memajang tabulampotnya yang berbuah lebat nan
menggiurkan dddipetik. Namun, setelah dibeli dan buahnya habis dipetik,
ternyata tabulampot seperti ngambek
berbuah. Pembeli pun merasa heran, kesal, bahkan merasa tertipu. Pada
akhirnya, tabulampot hanya berfungsi sebagai penghijau halaman.
Tabulampot
memang membutuhkan perhatian ekstra agar rajin berbuah. Menurut
Windiartaji, praktisi tanaman buah, kunci perawatan tabulampot terletak
pada pemberian nutrisi atau pupuk yang tepat. Pembeli juga harus
mengenal jenis tanaman yang dipotkan. Tabulampot tanaman semusim seperti
jambu dan jeruk akan berbuah terus menerus, sedangkan tanaman tahunan
semacam lengkeng dan mangga akan mengalami masa istirahat sebelum mulai
berbuah lagi.
Tanaman
semusim misalnya, karena berbuah terus menerus, perlu dipupuk secara
kontinu. Setiap bulan pada minggu pertama, berikan pupuk daun semprot,
minggu kedua berikan pupuk kocor, lalu minggu ketiga disemprot
pestisida. Begitu seterusnya. “Dua atau tiga bulan sekali kita berikan
pupuk anorganik, seperti NPK. Dosisnya tergantung besarnya tanaman.
Sekitar 300 gram sampai 1 kg per pot” ujarnya saat ditemui AGRINA di
rumahnya di kawasan Cipaku, Bogor. Selanjutnya, saat mulai berbunga,
tanaman dipasok pupuk dengan kandungan kalium tinggi seperti KNO3.
Berbeda
dengan tanaman semusim, tanaman tahunan mengalami daur hidup yang lebih
lama. Setelah semua buah habis dipanen, segera masukkan pupuk organik
seperti pupuk kandang yang mengandung N tinggi. “Pupuk langsung
diberikan, jangan ditunda, tanaman bisa stres karena nutrisinya diambil
semua untuk pembentukan buah,” tambah pria yang akrab disapa Aji ini.
Pemberian
pupuk organik ini berfungsi menetralisir residu dari bahan kimia.
Menurut pria berusia 39 tahun ini, “Kalau kita beli dari pedagang itu
menggunakan perangsang buah seperti paklobutrazol dan potassium chlorate
(KCl), ini kimia keras dan residunya kuat. Jadi harus diberikan air
yang cukup, dan pupuk yang ‘dingin’. Ya pupuk organik tadi.” Pilihan
pupuk organik jadi yang tersedia di pasaran sebenarnya cukup baik.
Namun, Aji menyarankan untuk memilih pupuk organik dari kotoran domba
yang masih basah. Alasannya, kandungan unsur haranya masih utuh. Selain
itu urin domba juga mengandung auksin (hormon tumbuh) yang baik untuk
perakaran tanaman.
Akan
lebih baik lagi jika pupuk organik itu dibuat sendiri. Caranya cukup
sederhana, campurkan 120 kg atau 4 karung pupuk kandang, satu drum besar
kotoran domba basah, ¼ drum besar air, satu liter bakteri fermentasi
seprti EM4, 2 kg molasis atau gula pasir, dan satu liter auksin cair.
Semuanya difermentasikan selama dua minggu, sambil sesekali diaduk. Saat
digunakan, satu gayung pupuk dicampur dengan 5 liter air, baru
dikocorkan ke tanaman.
Memasuki
bulan ketiga, tanaman perlu diberikan pupuk dengan kandungan fosfor (P)
dan kalium (K) yang tinggi untuk merangsang pembungaan. Biasanya
menggunakan NPK. “Untuk tanaman tahunan, memang perlu
dikombinasikan antara pupuk organik dan anorganik. Tapi berikan pupuk
anorganik yang nonresidu, sesuai dosisnya. Jangan sampai pada masa
pembungaan diberikan pupuk organik, ya nggak mau berbuah,” jelas Aji.
Tahapan
selanjutnya, setelah terbentuk pentil buah, berikan pupuk dengan
kandungan K dan asam amino yang tinggi. Ini untuk mencegah kerontokan
pentil buah dan mutu buah yang terbentuk juga akan bagus. Memasuki masa
pembesaran buah, masukkan pupuk anorganik masih yang mengandung K dan
asam amino tinggi, ditambah pupuk bermagnesium (Mg) tinggi. Kandungan Mg
ini dibutuhkan untuk pembentukan gula buah, buah tidak menjadi mengkal,
dan tidak pecah-pecah.
Perhatikan Media Tanam dan Air
Hal
lain yang tidak kalah pentingnya dalam perawatan tabulampot adalah
media tanam. Media tanam yang baik diaduk dari tanah, pupuk organik, dan
sekam bakar. Komposisinya bisa 60:40:20 atau 40:30:30. Tanah yang baik
adalah yang subur, gembur, dengan pH netral sekitar 6—7. “Usahakan pakai
tanah yang diambil dari bawah pohon bambu. Bambu itu banyak unsur makro
dan mikronya, (kandungan) humusnya juga tinggi. Jadi untuk tabulampot,
gunakan tanah di bawah bambu,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas
Pakuan Bogor ini.
Bahan
pot tabulampot yang baik terbuat dari keramik. Bahan keramik membuat
tanah menempel pada pot sehingga perakaran tanaman juga akan terbentuk
dengan baik. Dengan begitu, tanah di dalam pot tidak akan mengumpul di
tengah dan mengeras. Tanah juga tidak terlalu lembap akibat cacing.
Untuk
menjamin sirkulasi air tetap baik, lanjut Aji, bagian bawah pot
dilubangi sebanyak 5 buah. Lubang tersebut lalu ditutup pecahan genteng.
Pedagang banyak yang menggunakan styrofoam
untuk menutup lubang, tapi hal itu akan menyebabkan lubang tersumbat
sepenuhnya, tidak ada aliran air maupun udara yang dibutuhkan tanaman.
“Kalau pakai genteng ‘kan lubangnya tidak mati, masih ada sela udara
sedikit. Sirkulasi airnya juga akan lancar. Media tanam pun akan terjaga
kelembapannya,” tuturnya.
Jika
media tanam dan pot sudah terpenuhi, tinggal bagaimana kita menjaga
kondisi media agar selalu sesuai kebutuhan tanaman. Kelembapan tanah
yang terjaga dengan baik akan percuma jika kemasaman atau pH tanah tidak
sesuai kebutuhan tanaman. Kemasaman ideal bagi tanaman adalah 6—7 atau
netral. Tanah yang berasal dari daerah industri biasanya terlalu masam
atau pH 4—5. Untuk menjaga pH tanah tetap dalam kisaran netral, yang
paling sederhana dilakukan adalah menambahkan kapur pertanian (kaptan).
“Jika pH tanah sudah bagus, apapun tanamannya pasti akan bagus, diberi
pupuk juga akan terserap dengan sempurna,” tandas ayah tiga anak ini.
Jadi,
dengan pemberian nutrisi dan perawatan yang tepat, Anda bisa
mendapatkan tabulampot yang rajin berbuah tepat waktu. Semua tergantung
kedisiplinan dan ketelatenan sang pemilik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar